TNI AD yang di drop ke wilayah Paniai, 13 Desember 2019, berdiri depan GSG Uwata Wogi Yogi yang kini dijadikan markas. (Ist/SN)

PANIAI, SinarNoken — Gedung serba guna atau gedung olahraga (GOR) Uwata Wogi Yogi, tempat yang selalu digunakan untuk gelar berbagai kegiatan oleh pemerintah daerah dan masyarakat di kabupaten Paniai, kini telah beralih fungsi menjadi markas aparat keamanan TNI AD.
Gedung ini terletak di pusat kota Enarotali, tepatnya di komplek pasar Iyaipugi, kampung Dupia.
Dari pantauan langsung SinarNoken, gedung tersebut tampak jelas layaknya asrama taruna akademi militer TNI AD.
Aparat TNI AD yang menempati gedung itu, diketahui aparat yang didrop pemerintah Indonesia pada 13 Desember 2019 lalu secara ‘diam-diam’ dalam jumlah besar melalui jalur udara dan darat ke wilayah Paniai.
Tak terkecuali masyarakat Paniai yang tinggal di sekitaran kota Enarotali mengeluhkan kondisi yang sudah berjalan dua bulan lebih ini.
Semua mengaku sama bahwa semenjak aparat keamanan menempati gedung tersebut sudah tak beraktivitas bebas seperti biasa lagi karena dihantui rasa takut yang besar.
“Kami yang punya rumah dekat pasar, biasanya sampai jam sebelas malam (23.00) masih baku tipu (bercanda) ramai (di pasar). Tapi dari aparat TNI itu tinggal di gedung Uwata Wogi, sudah tidak. Jam enam sudah pulang, paling lama jam tujuh sampai delapan,” ucap salah satu pemuda Paniai yang enggan disebutkan namanya, kepada SinarNoken, sabtu (22/2/2020), di Enarotali.
Menurut pemuda ini, mereka merasa takut sebab para aparat telah membuat situasi daerah  tidak kondusif lewat sikap dan kelakuan yang ditunjukkan.
“Kami takut bukan karena status mereka aparat TNI, tapi karena sikap dan kelakuan mereka. Kami rasa sangat berlebihan. Itu karena tiap hari, mau siang, mau malam, mereka selalu siaga dengan pakaian lengkap perang,” ungkapnya.
Lanjutnya, juga karena hampir setiap hari ada patroli keliling dalam kota maupun di hutan.
“Patroli sebenarnya biasa. Tapi mereka punya gaya patroli ini lain. Hampir setiap hari. Terus patroli tidak dalam kota saja, di hutan juga. Ini yang benar-benar bikin kami takut sekali,” ujarnya lagi.
Harapannya, kata pemuda ini, tarik segera para aparat keamanan dari Paniai.
“Itu saja, supaya kita bisa beraktivitas bebas kembali. Tidak dibawah tekanan was-was. Karena jujur, memang mereka (aparat) tidak ganggu kami, tapi dari cara-cara mereka itu sudah bikin kami takut sekali,” harapnya.
Terkait patroli dalam hutan dibenarkan juga oleh seorang mama Paniai, belum lama ini di pasar Iyaipugi, kepada Sinarnoken, yang mengaku telah melihat langsung.
“Tentara yang di Uwata Wogi itu, mama pernah lihat mereka di hutan waktu mama kerja kebun. Mereka banyak, semua bawa senjata. Mama waktu itu takut sekali. Setelah mereka jauh, mama langsung bikin pulang cepat-cepat. Dari sejak itu mama sudah tidak ke kebun lagi, takut. Nanti kalau mereka sudah tidak ada baru mama pergi,” ujar mama yang beralamat di kampung Bapouda ini.
Sikap aparat yang demikian, Yunus Gobai, tokoh pemuda Paniai, mengatakan sesungguhnya masyarakat Paniai sedang kembali merasakan situasi daerah operasi militer (DOM) yang pernah terjadi di Paniai, tahun 70-an hingga 80-an.
“Drop aparat dalam jumlah besar, siaga 24 jam, tenteng senjata depan-depan masyarakat dan patroli hari-hari hingga masuk hutan membuat masyarakat takut dan tidak berdaya dalam beraktivitas. Itu ciri-ciri situasi DOM yang pernah dulu terjadi di Paniai. Situasi-situasi itulah yang sedang dialami kembali masyarakat Paniai sekarang,” ujar Gobai, Minggu (23/2/2020), kepada suarapapua.com.
Sehingga menurut mantan presiden mahasiswa Papua kota Bogor ini, sikap para aparat yang baru ditugaskan tersebut berlebihan dan sangat keterlaluan.
“Ya, karena mereka hadir sebagai ancaman. Bukan sebagai pengayom dan pelindung masyarakat,” tekannya.
Dikatakan, daerah Paniai aman. Tidak ada gejolak. Aparat keamanan seharusnya menyesuaikan dengan kondisi daerah dan kondisi masyarakat setempat. Tidak menciptakan kondisi baru, apalagi kondisi yang membuat masyarakat gerah (tidak aman).
“Jadi, mereka bukan aparat keamanan tapi aparat pengacau keamanan,” tekannya lagi.
Hal itu, kata dia, karena masyarakat Paniai hingga sekarang masih trauma dengan kejadian pelanggaran HAM Paniai Berdarah, 7 dan 8 Desember 2014, yang pelakunya adalah TNI AD.
“Maka TNI AD yang baru ditugaskan itu harus ditarik. Kehadiran mereka di Paniai juga tidak jelas, dalam rangka apa?” tuturnya.
Pewarta: Admin