Ketua LBH Papua, Emanuel Gobai. (Foto: Stevanus Yogi/SP)

JAYAPURA, SN/SUARAPAPUA.com — Gubernur provinsi Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP) mesti segera merespons permintaan mahasiswa eksodus Papua sesuai pernyataannya menanggapi insiden rasisme di Surabaya, Agustus 2019 lalu.
Emanuel Gobai, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, mengatakan, nasib perkuliahan dari mahasiswa eksodus seharusnya tak dikorbankan jika diatasi dengan menjawab tuntutan mereka sebagai bagian dari pemenuhan hak pendidikan setiap warga negara.
“Memperoleh pendidikan adalah hak konstitusional tiap warga negara. Sebab memiliki sifat harus dilindungi dan dipenuhi. Maka jelas bahwa negara atau pemerintah (pusat hingga daerah) tidak dibenarkan mengabaikan persoalan yang dipersoalkan seperti soal nasib pendidikan yang sedang dituntut mahasiswa eksodus Papua sekarang,” kata Emanuel saat diwawancarai suarapapua.com baru-baru ini di kantor LBH Papua.
Gubernur dan MRP, ujar dia, harus merespons karena jika tidak, bisa dijerat dengan UU HAM, yakni UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pemenuhan Hak-hak Ekosob (ekonomi, sosial dan budaya).
“Hak-hak ekosob adalah hak paling mendasar manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi agar manusia terlindungi martabat dan kesejahteraannya. Salah satunya adalah soal pemenuhan hak pendidikan,” urainya.
“Sehingga kalau kemudian benar tidak direspons, berarti pihak terkait jelas dapat dikategorikan melakukan pelanggaran HAM sesuai UU tersebut. Sekarang kembali mau respons atau tidak. Hati-hati,” lanjut Emanuel.
Ia mengaku sangat prihatin dengan kondisi para mahasiswa Papua yang sudah tinggalkan kampus sejak Agustus 2019 hingga sekarang (Januari 2020).
“Pendidikan mereka terkatung-katung. Saya menilai seakan kondisi ini sengaja diciptakan. Kenapa, karena pihak yang menyuruh mereka pulang tidak mau bertanggungjawab. Ini kan sebenarnya tidak boleh,” ujarnya.
Bila mahasiswa eksodus meminta bantuan untuk menangani kasus mereka, ia menyatakan siap mengadvokasi.
“Intinya kan kita lihat masalahnya dulu. Ada atau tidak. Masalahnya kalau ada, pada prinsipnya sesuai tupoksi kami, ya kami siap bantu,” kata Emanuel.
Eko Philipus Kogoya, ketua umum posko eksodus Papua, menegaskan terkait dengan perjuangan mereka, walaupun sudah korban kuliah selama tujuh bulan, upaya untuk perjuangkan tuntutan yang sedang dilakukan tak akan berhenti hingga ada jawaban.
“Untuk eksodus, kami tidak pernah rencanakan. Itu (eksodus) terjadi karena Gubernur dan ketua MRP keluarkan pernyataan suruh kami pulang. Dan karena yang dibilang itu benar pada waktu itu karena memang kami tidak aman, kami langsung eksodus, pulang. Terus, sekarang kenapa nasib kami tidak diperhatikan?,” tuturnya.
Mahasiswa eksodus, imbuh dia, sedang menuntut janji tersebut.
“Bapak Gubernur dan MRP harus tanggung jawab sesuai kata-kata yang dikeluarkan dulu,” ujar Kogoya.
Sumber: suarapapua.com